Kendari,sultratimes.com – Kasus pengrusakan hutan oleh perusahaan pertambangan tak henti-hentinya terjadi di Bumi Anoa, Sulawesi Tenggara.Adapun perusahaan pertambangan yang diduga kuat melakukan pengrusakan hutan di wilayah Kec. Langgikima, Kab. Konawe Utara yakni PT. Konawe Nikel Nusantara (KNN).
Hal tersebut diungkapkan oleh Direktur Aliansi Masyarakat Peduli Hukum (Ampuh) Sulawesi Tenggara (Sultra) Hendro Nilopo.
Dia mengungkapkan, bahwa PT. Konawe Nikel Nusantara (KNN) diduga kuat telah melakukan kegiatan penambangan di area yang berstatus kawasan Hutan Produksi Terbatas (HPT) tanpa mengantongi Izin Pinjam Pakai Kawasan Hutan (IPPKH) dari Kementerian sesuai dengan ketentuan perundang-undangan.
“Jadi didalam wilayah IUP nya itu terdapat area yang berstatus kawasan Hutan Produksi Terbatas (HPT) yang dimana menurut aturan, jika ingin melakukan kegiatan di area tersebut, maka harus terlebih dulu mengantongi Izin Pinjam Pakai Kawasab Hutan (IPPKH). Namun PT. KNN seolah tidak mengindahkan itu”. Ucap Hendro pada, Senin (16/8/2021).
Berdasarkan itu, Hendro menilai, kegiatan penambangan yang diduga dilakukan oleh PT. Konawe Nikel Nusantara (KNN) di dalam kawasan Hutan Produksi Terbatas (HPT) telah melanggar UU No.18 Tahun 2013 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Perusakan Hutan (P3H).
“Bisa dilihat dalam pasal 17 ayat 1 huruf a sampai dengan huruf e, mengenai larangan setiap orang maupun perusahaan untuk melakukan kegiatan di dalam kawasan hutan tanpa izin dari Menteri dalam hal ini, Izin Pinjam Pakai Kawasan Hutan (IPPKH) dari Kementerian LHK RI”. Pungkasnya
Lebih lanjut, Hendro menyebutkan, barang siapa yang melanggar ketentuan sebagaimana disebutkan dalam pasal 17 ayat 1 huruf (a) sampai dengan huruf (e) akan dikenakan pidana penjara dan denda sebagaimana disebutkan dalam pasal 89 undang-undang mengenai ketentuan pidana.
“Jadi jelasnya begini, dalam pasal 17 itu di sebutkan larangan yang tidak boleh dilakukan oleh setiap orang atau perusahaan (korporasi). Sedangkan dalam pasal 89 adalah konsekuensi bagi yang melanggar ketentuan dalam pasal 17 tadi salah satunya adalah melakukan kegiatan di dalam kawasan hutan tanpa izin Menteri”. Terangnya
Aktivis asal Konawe Utara itu menerangkan, bahwa dalam pasal 89 ayat (1) UU No.18 Tahun 2013 tentang Pencegahan dan Pemberabtasan Perusakan Hutan (P3H) mengatur tentang pidana penjara dan pidana denda bagi pelaku perseorangan sedangkan dalam pasal 89 ayat (2) undang-undang yang sama mengatur tentang pidana penjara dan pidana denda bagi pelaku korporasi.
“Pada intinya baik pelaku perseorangan maupun pelaku korporasi, sama-sama terjerat pidana. Namun yang membedakan hanya soal lama pidana dan banyaknya denda bagi tiap pelaku”
“Untuk pelaku perseorangan pidana penjaranya paling lama 15 (Lima Belas) tahun dan denda paling banyak Rp. 10.000.000.000,00 (Sepuluh Miliar Rupiah) sedangkan untuk pelaku korporasi lebih besar yakni pidana penjara paling lama 20 (Dua Puluh) tahun dan pidana denda paling banyak Rp.50.000.000.000,00 (Lima Puluh Miliar Rupiah)”. Jelasnya
Sementara itu pihak Kepala Teknik Tambang (KTT) PT. KNN, Nasrullah saat dihubungi media ini mengatakan, bahwa kegiatan pertambangan yang ada di dalam wilayah IUP nya bukan kegiatan dari pihak PT. KNN. Melainkan kegiatan perusahaan lain dan pihaknya juga mengaku telah melaporkan hal tersebut ke Instansi terkait.
“Kegiatan itu bukan kami, tapi ada perusahaan lain yang menambang di IUP kami dan kami juga sudah laporkan ke instansi terkait”.Tutupnya