Kendari, Sultratimes.com,- Gerakan Mahasiswa Peduli Korupsi Sulawesi Tenggara (GMPK Sultra) mendesak Kejaksaan Tinggi Sultra dan Polda Sultra sebagai aparat penegak hukum untuk menindak lanjuti terkait dugaan mark up yang dilakukan oleh Kadis PU&Tata Ruang Kabupaten Konawe Kepulauan (Konkep) dalam kegiatan pekerjaan Belanja Modal Gedung dan Bangunan serta Jalan, Irigasi dan Jaringan masing- masing
Ketua Umum GMPK Sultra Awaludin mengatakan, dugaan mark up Belanja Modal Gedung dan Bangunan serta Jalan, Irigasi dan Jaringan masing- masing pada pekerjaan tahun Anggaran 2021 yang dimana terdapat beberapa paket pekerjaan yang kekurangan volume bahkan tidak bisa di yakini kewajaranya serta kelebihan pembayaran maupun ketidak sesuaian kontrak pekerjaan tersebut sehingga berpotensi merugikan keuangan negara.
Ia akan mengawal dugaan korupsi tersebut sampai ke ranah hukum.
“Dari temuan tersebut kami menduga adanya kongkalikong, abuse of power atau penyalahgunaan wewenang jabatan demi memuluskan kejahatan melawan hukum atau korupsi. Maka dari itu kami pastikan akan mengawal sampai ke ranah hukum guna membantu APH (Aparat Penegak Hukum) menegakkan supremasi hukum di Sultra ini,” tegasnya.
Hal tersebut jelas dalam UU no 20 tahun 2001
• Pasal 2
(1) Setiap orang yang secara melawan hukum melakukan perbuatan memperkaya diri sendiri atau orang lain atau suatu korporasi yang dapat merugikan keuangan negara atau perekonornian negara, dipidana dengan pidana penjara seumur hidup atau pidana penjara paling singkat 4 (empat) tahun dan paling lama 20 (duapuluh) tahun dan denda paling sedikit Rp 200.000.000,00 (dua ratus juta rupiah) dan paling banyak Rp 1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah). Jelsnya
Ia juga menegaskan, Kejati dan Polda Sultra memiliki tanggung jawab dalam melakukan penindakan dan pencegahan tindak pindana korupsi atau mark up.
“APH wajib melakukan investigasi terhadap persoalan tersebut sebagai bentuk tanggung jawabnya dalam menjalankan tugas pengawasan dan akuntabilitas. Akan terlihat aneh jika APH harus menunggu laporan,” pungkasnya.
Lebih lanjut, Awaludin juga meminta agar Kejati dan Polda sultra dapat menjadi fasilitator dalam persoalan tersebut sehingga ke depannya penyimpangan dalam pengadaan barang/jasa dalam kegiatan yang di peruntukan demi kesejahteraan masyarakat yang mengakibatkan kerugian negara dapat diminimalisir serta para terduga korupsi mendapatkan efek jera.
“Sejatinya prinsip equality before the law bahwa Hukum harus dapat diakses dengan cara yang sama oleh orang yang berbeda, jangan buat kami berasusmsi bahwa telah terjadi dekadensi atau kemunduran dalam penegakan supremasi hukum di Indonesia,” tutup Awaludin Sisila Minggu, 09/10/22
Laporan tim.