Kendari, Sultratimes.com, – Narasi pemberitaan yang ditebar Kejaksaan Tinggi Sulawesi Tenggara Melalui Asisten Intelen(Asintel) dibeberapa media atas Hasil Audit BPK RI terkait kerugian negara 5.7 Triliun akibat kegiatan penambangan ilegal di Blok Mandiodo, Konawe Utara beberapa hari lalu di sinyalir Hoax, tak berdasar dan upaya menghakimi pihak yang dikaitkan lewat media publik.
Hal tersebut disampaikan Perhimpunan Mahasiswa Hukum Indonesia (PERMAHI) cabang Kota Kendari, Iwan Socrates bahwa narasi yang ditebar Kejaksaan Tinggi Sultra adalah upaya penggiringan opini untuk memperkuat perkara hukum yang sedang mereka tangani saat ini.
Lebih lanjut, Iwan Socrates menyebutkan hasil Audit BPK RI terkait Kerugian negara senilai 5,7 Triliun akibat penambangan ilegal di dalam konsesi IUP PT. Antam Tbk yakni Blok Mandiodo dari tahun 2019-2021 adalah ulah dari 11 IUP penindih IUP Antam sebelumnya, Bukan KSO MTT dalam hal ini PT. Antam Tbk, Perusda Sultra dan PT. Lawu Agung Mining (LAM).
11 perusahaan diduga melakukan penambangan ilegal di dalam Wilayah IUP PT. Antam di Blok Mandiodo, Perusahaan – perusahaan itu adalah PT. Avry Raya, PT. Hafar Indotech, PT. James dan Armando Pundimas, PT. Karya Murni Sejati 27, PT. Malibu, PT. Sangia Perkasa Raya, PT. Wanagon Anoa Indonesia, PT. Sriwijaya Raya, CV. Ana Konawe, PT. Rizky Cahaya Makmur, dan PT. Mughni Energi Bumi dengan total 604,11 Ha areal bukaan pertambangan ilegal di Blok Mandiodo sejak tahun 2019 hingga 2021.
“Jadi hasil audit BPK RI terkait kerugian negara senilai 5,7 Triliun itu akibat penambangan ilegal dalam konsesI IUP PT. Antam Tbk di Blok mandiodo dari tahun 2019-2021 itu adalah ulah dari 11 IUP penindih PT. Antam bukan dilakukan oleh KSO MTT yaitu Antam Tbk, Perusda Sultra dan PT. LAM seperti apa yang telah dinarasikan kejaksaan Tinggi dalam perkara ini” pungkasnya, Kamis, 05/10/23
Pihaknya menegaskan seharusnya kejaksaan tinggi sulawesi tenggara sebelum memberikan statmen kepublik harus mengecek kembali data yang mereka miliki, agar tidak terksesan penggiringan opini publik demi untuk menguatkan perkara hukum yang sedang bergulir di kejati sultra.
Iwan Socrates menambahkan bahwa berdasarkan data yang pihaknya miliki kerugian yang ditaksir BPK RI sebesar 5,7 Triliun itu adalah akumulasi dari seluruh lahan bukaan pertambangan ilegal yang di lakukan oleh 11 IUP penindih WIUP PT. Antam sejak tahun 2019 sampai dengan tahun 2021.
Untuk itu pihaknya menantang Kepala Kejaksaan Tinggi Sulawesi Tenggara untuk menunjukkan ke publik data BPK RI terkait kerugian senilai 5.7 Triliun khususnya yang mengarah kepada KSO MTT dan umumnya kepada mereka yang diperkarakan oleh Kejaksaan saat ini biar publik tahu data mana yang akurat, siapa melanggar hukum dan yang menimbulkan kerugian negara sebesar itu.
“Kami menantang kepala kejaksaan tinggi sulawesi tenggara untuk menunjukkan data tersebut, biar divalidasi bersama.” Kata Iwan
Mirisnya, sampai saat ini, kurang lebih Empat bulan kasus ini bergulir, kejati sultra belum mampu membuktikan tindak pidana korupsi sebagaimana yang di beritakan di publik.
Jika kejaksaan tinggi tidak bisa membuktikan secara hukum seperti yang di tuduhkan, maka masyarakat sulawesi tenggara akan krisis kepercayaan terhadap kejati sultra, tak hanya itu, tetapi juga akan memicu terjadinya gelombang massa besar yang akan geruduk kejati sultra, sebab dampak dari di berhentikanya aktivitas di blok mandiodo sangat di rasakan oleh masyarakat sekitar lingkar tambang.
“khususnya disisi ekonomi mereka sangat buruk karna kehilangan pekerjaan seperti pedagang kecil yang sudah sejak lama menggantungkan hidupnya di kegiatan blok mandiondo” Tutupnya
Laporan : Tim