Konawe, Sultratimes.com, – Ketua Komisi Pemilihan Umum (KPU) Kabupaten Konawe dalam waktu dekat bakal dilaporkan ke Aparat Penegak Hukum (APH). Hal ini disoroti langsung oleh Edrian Saputra, Presidium Gerakan Mahasiswa Intelektual Indonesia (GMII), yang merupakan organisasi nasional berbasis di Jakarta.
Edrian Saputra menilai bahwa kondisi yang terjadi di tanah leluhurnya ini sangat ironis. Menurutnya, dugaan praktik korupsi dan maladministrasi masih marak terjadi, khususnya di lingkungan KPU Kabupaten Konawe.
GMII menduga Ketua KPU Konawe telah melakukan tindak pidana korupsi (Tipikor) dengan berbagai bentuk maladministrasi serta praktik kolusi, korupsi, dan nepotisme (KKN) yang jelas-jelas melanggar kode etik penyelenggara pemilu.
“Kami melihat ada indikasi kuat praktik korupsi dalam proyek penimbunan dan pembangunan pagar kantor KPU Konawe yang anggarannya mencapai lebih dari Rp600 juta. Anggaran tersebut berasal dari reward yang diberikan oleh Bank BTN, mengingat anggaran Pilkada Konawe 2024 dikelola oleh bank tersebut melalui proses lelang,” ujar Edrian.
GMII menduga bahwa reward dari Bank BTN tersebut merupakan bentuk gratifikasi. Pasalnya, pada saat itu beberapa bank turut serta dalam proses lelang pengelolaan dana Pilkada Konawe 2024, yang totalnya mencapai Rp68.374.216.589.
Lebih lanjut, Edrian juga menyoroti permasalahan keterlambatan pembayaran honor bagi badan adhoc PPK dan PPS se-Kabupaten Konawe selama tiga bulan pada saat itu. KPU berdalih keterlambatan itu terjadi akibat proses pemindahan rekening. Namun, GMII mencurigai bahwa hal ini berkaitan erat dengan deposito pada Bank BTN dengan suku bunga deposito berkisar antara 2,35% hingga 3,40% pada tahun 2024, ada kemungkinan munculnya hasil reward bank yang sebesar Rp.600 juta itu dari hasil deposito selama tiga bulan. Namun hal itu tetaplah harus menjadi anggaran negera dikarenakan didapatkan melalui hasil anggaran hibah pilkada Kab. Konawe 2024, dan bukan menjadi keuntungan pribadi.
Tak hanya itu, Ketua KPU Konawe juga diduga telah memasuki ranah kesekretariatan dalam persoalan anggaran.
Dugaan lainnya, Ketua KPU Konawe secara sepihak menambahkan poin dalam surat yang telah dibuat oleh kesekretariatan untuk menunjuk langsung perusahaan konstruksi guna mengerjakan proyek pembangunan pagar, tanpa melalui pleno di internal KPU maupun proses tender yang seharusnya dilakukan.
“Proyek ini seharusnya melalui proses lelang, karena nilai anggarannya melebihi batas untuk penunjukan langsung. Apalagi, proyek ini tidak terdaftar dalam e-Katalog pengadaan barang dan jasa KPU Konawe. Ini jelas melanggar aturan,” tegas Edrian.
Sebagai bentuk perlawanan terhadap dugaan penyimpangan ini, GMII berencana menggelar aksi unjuk rasa dalam waktu dekat. Mereka menuntut agar APH segera turun tangan mengusut tuntas kasus ini demi tegaknya keadilan dan transparansi dalam penyelenggaraan pemilu.
Kasus ini menjadi perhatian publik, masyarakat pun berharap adanya langkah tegas dari pihak berwenang untuk mengungkap kebenaran serta memberikan sanksi tegas bagi pihak yang terbukti melakukan pelanggaran, serta segera mengungkap siapa dalang dibalik ini semua.
Hingga berita ini tayang media ini masih berusaha menghubungi ketua KPU Kanawe untuk memberikan klarifikasi
Laporan : Tim