Jakarta, Sultratimes.com, — Puluhan warga yang tergabung dalam Aliansi Rakyat Petani Medulu–Lalonggombu, Kabupaten Konawe Selatan (Konsel), menggelar aksi di depan Gedung DPR RI dan Kementerian ATR/BPN RI, Rabu (15/10/2025).
Mereka menuntut pemerintah menghentikan rencana pembangunan Markas Komando (Mako) Kopassus di atas lahan pertanian produktif yang selama puluhan tahun menjadi sumber penghidupan warga.
Koordinator Aksi, Awaluddin Sisila, menegaskan proyek tersebut mengancam kehidupan ratusan keluarga petani di Desa Lalonggombu dan sekitarnya.
“Tanah ini bukan tanah kosong. Ini sumber hidup kami, tempat kami menanam, membesarkan anak, dan bertahan hidup. Negara tidak boleh merampasnya atas nama pembangunan,” ujarnya di tengah aksi.
Ia menilai pemerintah daerah, khususnya Bupati Konawe Selatan, justru bersikap tidak berpihak pada warganya.
“Kami sangat kecewa. Saat rakyat menjerit, Bupati malah sibuk menyambut militer dan memuji proyek yang jelas-jelas mengancam rakyatnya sendiri,” kata Awaluddin yang juga Sebagai Ketua Umum PKC PMII Sultra
Menurutnya, kepala daerah seharusnya menjadi pelindung rakyat, bukan juru bicara bagi kepentingan institusi tertentu.
Hal senada disampaikan Rahmat Ramadhan, petani muda yang ikut dalam aksi.
“Kami sudah berkali-kali meminta penjelasan ke pemerintah daerah, tapi tidak ada jawaban. Yang kami dengar justru Bupati bangga karena daerahnya akan dibangun markas. Bangga di atas penderitaan rakyatnya sendiri,” ujarnya.
Aliansi menilai sikap pemerintah daerah tersebut mencerminkan lemahnya komitmen terhadap reforma agraria sejati. Padahal, konstitusi sudah jelas menyebut dalam UUD 1945 Pasal 33 dan Undang-Undang Pokok Agraria Nomor 5 Tahun 1960, bahwa pengelolaan tanah harus menjamin kemakmuran rakyat dan tidak boleh mengorbankan hak hidup petani.
“Bupati seharusnya berdiri di depan rakyatnya, bukan bersembunyi di balik seragam militer. Ini bukan soal anti–TNI, ini soal keadilan,” tegas Awaluddin.
Melalui aksi ini, Aliansi mendesak DPR RI untuk memanggil Bupati Konawe Selatan dan pejabat ATR/BPN RI guna meminta penjelasan terbuka mengenai dasar hukum proyek tersebut. Mereka juga meminta pemerintah pusat menghentikan segala bentuk intimidasi terhadap warga dan menjamin hak masyarakat atas tanah garapan.
Aksi ini berlangsung damai dan diikuti berbagai kelompok tani dari wilayah Sulawesi Tenggara. Spanduk bertuliskan “Tanah Kami Bukan Proyek Negara!” membentang di depan Gedung DPR RI. Pesan ini sederhana tapi mengguncang hati siapa pun yang menyaksikannya.
“Negara boleh membangun apa saja, tapi jangan membangun kekuasaan di atas penderitaan rakyat,” tutup Awaluddin dengan suara tegas sebelum membubarkan massa.
Laporan : Tim
Editor : Ardan