BatamBeritaButurKendari

Kenaikan PPN 12% : Malapetaka bagi Rakyat, Cuan Untuk Pemerintah

668
×

Kenaikan PPN 12% : Malapetaka bagi Rakyat, Cuan Untuk Pemerintah

Sebarkan artikel ini

KendarI, Sultratimes.com, – Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia (PMII) Sulawesi Tenggara (Sultra) dengan tegas menyuarakan penolakan terhadap kebijakan kenaikan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) menjadi 12%.

Kebijakan ini dianggap tidak adil karena secara langsung membebani masyarakat kecil yang saat ini masih berjuang menghadapi dampak pandemi dan krisis global.

Kenaikan tarif PPN akan menyebabkan lonjakan harga barang kebutuhan pokok dan jasa, yang pada akhirnya memperburuk kondisi ekonomi rumah tangga, terutama di kelompok berpenghasilan rendah.

Pajak ini bersifat regresif, di mana beban yang ditanggung konsumen lebih besar dibandingkan kontribusi dari kelompok yang lebih mampu secara ekonomi. Data dari Badan Pusat Statistik (BPS) menunjukkan bahwa mayoritas pendapatan rumah tangga Indonesia, yakni sekitar 64%, digunakan untuk konsumsi kebutuhan pokok.

Kenaikan harga akibat PPN yang lebih tinggi akan semakin menekan daya beli masyarakat, terutama di daerah dengan tingkat kemiskinan yang tinggi seperti Sulawesi Tenggara.

6 Wakil Rakyat Yang di amanahkan untuk mengawal kepentingan rakyat Sulawesi Tenggara, agar dapat bersama sama Menolak Kenaikan PPN 12% itu,

Selain itu, sektor usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM) yang menjadi tulang punggung perekonomian Indonesia juga akan merasakan dampak negatif dari kebijakan ini.

Dengan menyumbang lebih dari 60% Produk Domestik Bruto (PDB), UMKM menghadapi risiko penurunan daya saing akibat peningkatan biaya produksi dan berkurangnya permintaan konsumen.

Menurut laporan Asosiasi UMKM Indonesia, hampir separuh pelaku UMKM mengkhawatirkan ketidakmampuan mereka untuk bertahan jika harga barang dan jasa terus naik.

Awaludin Sisila selaku ketua PMII Sultra memandang kebijakan ini sebagai langkah yang hanya menguntungkan pemerintah secara fiskal. Dengan target penerimaan negara dari PPN sebesar Rp 650 triliun pada tahun 2024, pemerintah jelas mengarahkan kebijakan ini untuk mendongkrak pendapatan negara.

Namun, hal ini dilakukan dengan mengorbankan rakyat kecil. Di tengah kesulitan yang dirasakan masyarakat, kebijakan ini seolah menjadi malapetaka yang memperburuk ketimpangan sosial.

Oleh karena itu, PMII Sultra menyerukan agar pemerintah segera mengevaluasi kebijakan ini dan mencari alternatif yang lebih berkeadilan. Misalnya, melalui optimalisasi penerimaan pajak dari sektor korporasi besar yang selama ini masih memiliki tingkat kepatuhan pajak yang rendah.

“Berdasarkan data OECD, kontribusi pajak dari perusahaan besar di Indonesia hanya mencapai kurang dari 30% dari total penerimaan pajak. Selain itu, sektor digital yang terus berkembang dengan pesat juga dapat menjadi sumber pendapatan pajak yang lebih potensial tanpa membebani masyarakat kecil.”jelasnya, Jum’at, 27/12/2024

Sebagai solusi jangka pendek, pemerintah juga dapat mempertimbangkan penghapusan pajak terhadap barang kebutuhan pokok untuk melindungi daya beli masyarakat berpenghasilan rendah. Langkah ini telah diterapkan di beberapa negara tetangga seperti Malaysia dan Filipina, sebagai bentuk keberpihakan kepada rakyat kecil.

PMII Sultra mengajak seluruh elemen masyarakat untuk bersatu dan mengawal kebijakan ini agar tidak semakin merugikan rakyat.

“Pajak seharusnya menjadi instrumen untuk mendukung pemerataan dan kesejahteraan, bukan alat untuk menambah penderitaan. Pemerintah harus ingat bahwa keadilan sosial adalah amanat konstitusi yang wajib diwujudkan untuk seluruh rakyat Indonesia.” Tutupnya

 

Laporan : Tim
Editor : Ardan